MAKALAH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa
untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks
ke permasalahan/ konteks lainnya.
CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi
dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169) menguraikan langkah-langkah
penerapan pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu, pada makalah ini
penjelasan tentang pembelajaran kontekstual akan dibahas secara mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah
pengertian dari pembelajaran kontekstual?
1.2.2
Apakah
prinsip pembelajaran kontekstual?
1.2.3
Apa
saja komponen-komponen yang terdapat dalam pembelajaran kontekstual?
1.2.4
Apakah
kelebihan dari pembelajaran kontekstual?
1.2.5
Apakah
kelemahan dari pembelajaran kontekstual?
1.2.6
Bagaimana
langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kontekstual?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Mengetahui pengertian dari pembelajaran kontekstual
1.3.2
Mengetahui prinsip pembelajaran kontekstual
1.3.3
Mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam
pembelajaran kontekstual
1.3.4
Mengetahui
kelebihan dari pembelajaran kontekstual
1.3.5
Mengetahui kelemahan dari pembelajaran kontekstual
1.3.6
Mengetahui
langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kontekstual
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1
Menambah pengetahuan
kita tentang pembelajaran kontekstual
1.4.2
Menambah wawasan
kita prinsip pembelajaran kontekstual
1.4.3
Menambah
pengetahuan kita tentang komponen-komponen yang terdapat dalam pembelajaran
kontekstual
1.4.4
Kita mengetahui kelebihan dari pembelajaran kontekstual
1.4.5
Kita mengetahui kelemahan dari pembelajaran kontekstual
1.4.6
Kita menjadi
mengetahui bagaimana langkah-langkah
pelaksanaan pembelajaran kontekstual
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Pembelajaran Kontekstual
Proses pembelajaran kontekstual beraksentuasi pada
pemrosesan informasi, individualisasi, dan interkasi sosial. Pemrosesan
informasi menyatakan bahwa siswa mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun
strategi berkaitan dengan informasi tersebut. Inti pemrosesan informasi adalah
proses memori dan berpikir.
Menurut Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009: 27), pembelajaran
kontekstual adalah proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu
sama lain.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”.
Melalui pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk
memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011: 79)
menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penjelasan ini dapat
dimengerti bahwa pembelajaran kontekstual adalah strategi yang digunakan guru
untuk menyampaikan materi pelajaran melalui proses memberikan bantuan kepada
siswa dalam memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan
sosial dan budaya masyarakat.
Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14)
mengemukakan pembelajaran kontekstual merupakan upaya guru untuk membantu siswa
memahami relevansi materi pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan
melakukan suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di kelas. Selanjutnya, pembelajaran
kontekstual terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa, dan
juga pemahaman kontekstual siswa tentang hubungan mata pelajaran yang
dipelajarinya dengan dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih
menekankan agar siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah
dengan situasi kehidupan nyata di mana isi pelajaran akan digunakan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa
pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau
dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis,
kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak
membosankan, dan menggunakan berbagai sumber belajar.
2.2 Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip
dasar. Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran kontekstual menurut Suprijono
(2011: 80-81) adalah sebagai berikut.
1.
Saling
ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini
merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem yang mengitegrasikan
berbagai komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling mempengaruhi secara
fungsional.
2.
Diferensiasi,
yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari realitas kehidupan
di sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir kritis siswa untuk
menemukan hubungan di antara entitas-entitas yang beraneka ragam itu. Siswa
dapat memahami makna bahwa perbedaan itu rahmat.
3.
Pengaturan
diri, artinya prinsip ini mendorong pentingnya siswa mengeluarkan seluruh
potensi yang dimilikinya. Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan
konteks keadaan pribadi mereka, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung
prinsip pengaturan diri.
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan
secara rinci prinsip pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
1.
Menekankan
pada pemecaham masalah;
2.
Mengenal
kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, dan
tempat kerja;
3.
Mengajar
siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar
yang aktif dan terkendali;
4.
Menekankan
pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa;
5.
Mendorong
siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama;
6.
Menggunakan
penilaian otentik.
Lain halnya dengan Nurhadi, ia mengemukakan
prinsip-prinsip pembelajara kontekstual yang perlu diperhatikan guru,
yakni:
(1)
merencanakan
pembelajaran sesuai dengan kewajaran mental sosial,
(2)
membentuk kelompok yang saling bergantung,
(3)
menyediakan
lingkungan yang mendukung pembelajaran yang mandiri,
(4)
mempertimbangkan
keragaman siswa,
(5)
mempertimbangkan
multi intelegensi siswa,
(6)
menggunakan
teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan
masalah, dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi,
(7)
menerapkan
penilaian autentik. Penilaian autentik merupakan antitesis dari
ujian stanar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah
mereka pelajari
Merujuk pada
prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual berorientasi pada upaya
membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni:
(1)
pengetahuan,
yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep, definisi, teori, dan fakta;
(2)
kompetensi
atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk bertindak atau sesuatu
yang dapat dilakukan;
(3)
pemahaman
kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman menggunakan pengetahuan
dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata
2.3 Komponen-komponen yang Terdapat dalam Pembelajaran
Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen
utama pembelajaran efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak
terpisahkan dalam pembelajaran kontekstul. Komponen-komponen dimaksud adalah
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment). (Nurhadi dalam Sagala, 2009: 88-91;
Suprijono, 2011: 85).
1)
Konstruktivisme;
yakni mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau
keterampilan barunya. Sumiati dan Asra (2009: 15) mengemukakan lima elemen
belajar konstruktivisme, yaitu:
(a)
pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activiating knowledge),
(b)
perolehan
pengetahuan baru (acquiring knowledge),
(c)
pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge),
(d)
mempraktekkan
pengetahuan (applyng knowledge),
(e)
melakukan
refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut (reflecting
knowledge).
2)
Bertanya;
yakni mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. Melalui proses
bertanya, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan mandiri. Dalam
sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(a)
menggali
informasi, baik administrasi maupun akademik;
(b)
mengecek
pemahaman siswa;
(c)
membangkitkan
respon pada siswa;
(d)
mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa;
(e)
mengetahui
hal-hala yang sudah diketahui siswa;
(f)
memfokuskan
pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
(g)
membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (h) menyegarkan kembali
pengetahuan siswa. (Sagala, 2009: 88).
3)
Menemukan;
merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil megingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.
4)
Masyarakat
belajar; yaitu menciptakan masyarakat belajar (belajar daam kelompok). Hasil
belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu
ke yang belum tahu.
5)
Permodelan;
menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Dengan adanya model, siswa akan
lebih mudah meniru apa yang dimodelkan. Pemodel tidak hanya orang lain, guru
atau siswa yang lebih mahir dapat bertindak sebagai model.
6)
Refleksi;
dilakukan pada akhir pembelajaran. Refleksi merupakan upaya untuk melihat
kembali, mengorganisir kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali,
dan mengevaluasi kembali hal-hal yang telah dipelajari.
7)
Penilaian
sebenarnya; yaitu upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan pembelajaran. Hal-hal yang bisa digunakan
sebagai dasar menilai prestasi siswa adalah proyek/kegiatan dan laporannya, PR,
kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan,
jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis (Riyanto, 2010: 176).
2.4 Kelebihan dari Pembelajaran Kontekstual
a) Peserta didik mampu menghubungkan teori dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya.
a) Peserta didik mampu menghubungkan teori dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya.
b) Peserta didik dilatih agar tidak tergantung pada
menghapal materi
c) Melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam meghapdapi suatu permasalahan
d) Melatih peserta didik untuk berani menyampaikan argumen, bertanya, serta menyampaikan hasil pemikiran
c) Melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam meghapdapi suatu permasalahan
d) Melatih peserta didik untuk berani menyampaikan argumen, bertanya, serta menyampaikan hasil pemikiran
e) Melatih kecakapan interpersonal untuk berhubungan
dengan orang lain.
2.5 Kelemahan dari Pembelajaran Kontekstual
a) Membutuhkan waktu lama dalam pelaksanaannya
b) Membutuhkan banyak biaya
2.6 Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169)
menguraikan langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
(1)
mengembangkan pemikiran
bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan
sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya;
(2)
melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan;
(3)
mengembangkan
sikap ingin tahu siswa dengan bertanya;
(4)
menciptakan
masyarakat belajar;
(5)
menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran;
(6)
melakukan
refleksi di akhir pertemuan;
(7)
melakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Di
sisi lain, berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD),
penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut:
(1)
Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman
kehidupan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk
membantu siswa agar yang dipelajari bermakna;
(2)
Experiencing, belajar adalah kegiatan “mengalami”, siswa berproses
secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi
terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan hal baru dari apa
yang dipelajarinya;
(3)
Applyng, belajar menekankan pada proses pendemonstrasian
pengetahuan yang dimiliki dalam kenteks dan pemanfaatannya;
(4)
Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif
melalui belajar berkelompok, komunikasi interpersonal, atau hubungan
intersubjektif;
(5)
Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan
memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru (Suprijono, 2011: 84).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa
untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks
ke permasalahan/ konteks lainnya.
Pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan
dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa,
siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan,
mengasyikkan, tidak membosankan, dan menggunakan berbagai sumber belajar.
3.2 Saran
Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan pada pembelajaran
kontekstual ini, maka guru dapat memilih materi mana yang cocok untuk digunakan
dalam model pembelajaran kontekstual, sehingga dapat membantu guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
DAFTAR ISI
Djahura, Dirman. 2012. Konsep
Pembelajaran Kontekstual. 18 Febuari 2016
Mahahani. 2011. Pengertian Pembelajaran Kontekstual Ctl / Contextual Teaching And
Learning. 18 Febuari 2016
Komentar
Posting Komentar